Barangsiapa ikrar (dua kalimah syahadat) dan tidak shalat maka dia bukan muslim, akan tetapi yang tepat yang ditunjukkan oleh banyak nash adalah bahwa seseorang dihukumi muslim dengan sekedar ikrar (dua kalimah syahadat) dan status hukum terhadapnya ini tidak ditangguhkan sampai tiba waktu shalat untuk dilihat apa ia shalat atau tidak? Akan tetapi bila datang waktu shalat maka ia dipaksa dengannya, kemudian bila dia tidak shalat, maka dia divonis murtad dan disuruh taubat. Ibnu Taimiyyah rh berkata : [Oran-orang arab badui dan yang lainnya adalah bila mereka masuk Islam pada masa Nabi saw maka mereka diharuskan melakukan amal-amal dzahir : shalat, zakat, shaum dan haji, dan tidak seorangpun dibiarkan dengan sekedar ucapan (syahadat), akan tetapi siapa yang menampakkan ma’shiat maka ia diberi sangsi atas ma’shiat itu]. (Majmu Al Fatawa 7/258). Dan mereka dipaksa untuk shalat pada waktunya serta diberi sangsi atas meninggalkannya karena sesungguhnya ikrar dia akan dua kalimah syahadat itu mengandung (kesiapan) untuk komitmen dengan hukum-hukumnya.
Dan inilah perbedaan antara ucapan salaf yang mengatakan bahwa ikrar itu adalah pemberitaan tentang pembenaran hati dan pengungkapan akan kekomitmenan dengan syari’at, dengan ucapan orang-orang masa sekarang yang tidak memandang ikrar itu mengandung komitmen (dengannya), akan tetapi mereka menganggap pencarian kejelasan komitmen sebagai syarat tersendiri untuk menghukumi keIslaman (seseorang), sedangkan nash-nash yang telah kami isyaratkan di atas dan ucapan Ibnu Rajab adalah menjelaskan kebenaran ucapan salaf dan kesalahan ucapan orang-orang masa sekarang. (lebih…)