Barangsiapa ikrar (dua kalimah syahadat) dan tidak shalat maka dia bukan muslim, akan tetapi yang tepat yang ditunjukkan oleh banyak nash adalah bahwa seseorang dihukumi muslim dengan sekedar ikrar (dua kalimah syahadat) dan status hukum terhadapnya ini tidak ditangguhkan sampai tiba waktu shalat untuk dilihat apa ia shalat atau tidak? Akan tetapi bila datang waktu shalat maka ia dipaksa dengannya, kemudian bila dia tidak shalat, maka dia divonis murtad dan disuruh taubat. Ibnu Taimiyyah rh berkata : [Oran-orang arab badui dan yang lainnya adalah bila mereka masuk Islam pada masa Nabi saw maka mereka diharuskan melakukan amal-amal dzahir : shalat, zakat, shaum dan haji, dan tidak seorangpun dibiarkan dengan sekedar ucapan (syahadat), akan tetapi siapa yang menampakkan ma’shiat maka ia diberi sangsi atas ma’shiat itu]. (Majmu Al Fatawa 7/258). Dan mereka dipaksa untuk shalat pada waktunya serta diberi sangsi atas meninggalkannya karena sesungguhnya ikrar dia akan dua kalimah syahadat itu mengandung (kesiapan) untuk komitmen dengan hukum-hukumnya.

Dan inilah perbedaan antara ucapan salaf yang mengatakan bahwa ikrar itu adalah pemberitaan tentang pembenaran hati dan pengungkapan akan kekomitmenan dengan syari’at, dengan ucapan orang-orang masa sekarang yang tidak memandang ikrar itu mengandung komitmen (dengannya), akan tetapi mereka menganggap pencarian kejelasan komitmen sebagai syarat tersendiri untuk menghukumi keIslaman (seseorang), sedangkan nash-nash yang telah kami isyaratkan di atas dan ucapan Ibnu Rajab adalah menjelaskan kebenaran ucapan salaf dan kesalahan ucapan orang-orang masa sekarang. (lebih…)

Banyak orang-orang yang mengaku Islam di negeri ini ikut-ikutan dalam budaya syirik tumbal dan sesajian serta meminta pada orang yang sudah mati. Disisi lain, banyak orang dinegeri ini ikut-ikutan dalam pesta syirik demokrasi, padahal mereka mengetahui bahwa yang demikian itu adalah pelimpahan wewenang pembuatan hukum dan perundang-undangan kepada rakyat atau wakilnya yang disederhanakan dengan ungkapan mereka: Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat. (lebih…)

Oleh: Asy Syaikh Al Mujahid Abu Muhammad Al Maqdisiy hafidzahullah

Mereka sebagaimana yang telah kami katakan adalah Khawarij terhadap du’at yang menentang para thaghut kekafiran dan para penguasa zaman sekarang secara umum dan para thaghut dinasti Saud secara khusus. Mereka melancarkan serangannya dan memfokuskannya dengan segenap kemampuan secara khusus terhadap setiap dai’ atau mujahid atau orang alim atau penulis yang menghadang para penguasa kafir walaupun dengan lisan, dimana mereka tidak menjaga padanya tali kekeluargaan dan perjanjian dan mereka tidak mengudzurnya dengan sebab kekeliruan atau takwil, diwaktu yang sama mereka mengada-adakan berbagai alasan dan berbagai alasan serta berbagai alasan bagi para thaghut kekafiran dalam setiap apa yang mereka lakukan berupa kesyirikan yang nyata, kekafiran yang terang dan kemurtaddan yang berlapis-lapis. (lebih…)

Berloyalitas dalam bahasa Arabnya adalah Al Wala atau muwaalah yang bermakna al mahabbah (cinta), an nushrah (pemberian bantuan), al mutaba’ah (mengikuti), dan al muwaafaqah (sikap setuju) sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Katsir dalam An Nihayah.

Allah melarang orang muslim berwala dengan orang kafir :

“Engkau tidak mungkin mendapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu ayah-ayah mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau karib kerabatnya…” (QS. Al Mujadillah [58] : 22)

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin mereka, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Dan siapa yang tawalliy kepada mereka di antara kalian maka, maka sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim” (QS. Al Maidah [5] : 51)

(lebih…)

.fullpost{display:inline;}Pernah ada seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah saw tentang ayahnya yang meninggal pada zaman fatrah (zaman ketika tidak ada dakwah) di atas ajaran syirik, maka Rasulullah menjawab: “Ayahmu di neraka”, mendengar jawaban itu si laki-laki mukanya merah, dan ketika dia berpaling, Rasulullah saw memanggilnya dan mengatakan kepadanya: “Ayahku dan ayahmu di neraka.” (HR. Muslim) (lebih…)

.fullpost{display:inline;}Oleh: Ust Abu Sulaiman Aman Abdurrahman (Fakallahu ‘Asrah)

Ikhwani fillah, materi kali ini adalah tentang status orang-orang yang atau dinas-dinas yang ada di pemerintahan thaghut ini. Apakah pekerjaan yang ada di semua dinas-dinas thaghut ini pekerjaan-pekerjaanya kafir, ataukah ada rincian.

Pada masalah ini, ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya merupakan kekufuran, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya dosa besar, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tidak masuk ke dalam dua kategori ini. Kita akan merincinya dan menyebutkan contoh-contohnya

<!–[if !supportLists]–>I. <!–[endif]–>Pekerjaan yang bersifat kekafiran

Di antara pekerjaan atau dinas yang merupakan kekufuran adalah dinas yang mengandung salah salah satu di antara hal-hal berikut ini:

(lebih…)

Kapan Kewajiban Khuruj (Memerangi) Penguasa Murtad Boleh Dilakukan ?

Kapan kita boleh khuruj (keluar untuk memerangi) pemerintahan yang murtad? Apa Dalil yang menjadi landasan untuk khuruj kepada pemerintah jika ia kafir (murtad) ? Apakah khuruj dicontohkan oleh salafus sholeh umat ini ?

Kewajiban khuruj kepada penguasa yang murtad landasannya adalah hadits dari Ubadah Ibnush Shomit Radliyallahu ‘anhu,:

“Rasululloh memanggil kami, lalu kami berbai’at kepadanya untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan senang atau tidak senang, baik dalam keadaan susah atau mudah, dan baik pemimpin itu lebih mengutamakan dirinya. Dan agar kami tidak menggulingkan penguasa dari kekuasaannya.” Beliau bersabda: “Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata yang kalian mempunyai alasan dari Allah.” (Hadits ini Muttafaq ‘Alaih sedangkan lafadznya menggunakan lafadz Muslim). (lebih…)

Thoghut Hidup Lebih Berbahaya
Daripada Thoghut Mati
Syaikh ‘Abdul Qodir ‘Abdul ‘Aziz Panduan Fikih Jihad Fii Sabiilillah

Maksud saya thoghut hidup di sini adalah aimmatul-kufr (pemimpinpemimpin
kekufuran) dan penguasa murtad yang memberlakukan bagi kaum
muslimin syari’at pengganti, menyebarluaskan kekufuran dan perbuatan keji di
tengah-tengah mereka.

Sedang saya sebut thoghut mati adalah kuburan-kuburan, bebatuan, pohonpohonan
dan benda mati lain yang disembah selain Alloh SWT dengan beragam
ritual ibadah mulai dari berdo’a, minta tolong, menyembelih bernadzar dan lainlain.
Maka tidak bisa dibantah bahwa thoghut yang hidup lebih besar fitnah dan
kerusakannya daripada benda-benda tadi. (lebih…)

Serbuan ke Masjid Merah di Islamabad, Pakistan, yang menewaskan 160 orang santri masjid tersebut, membuat posisi Presiden Pervez Musharraf semakin di ujung tanduk. Presiden berpangkat jenderal asal India ini dihadapkan pada pilihan sulit, memberangus habis Islam militan di negerinya dengan konsekuensi dicap diktaktor serta diancam kudeta atau membiarkan Islam terus berkembang untuk kemudian memberlakukan syari’at secara kaaffah di negeri tersebut. Sebuah pilihan yang tidak mudah, mengingat Musharraf adalah sekutu utama Amerika dalam memerangi jihad global pasca 11 September 2001. (lebih…)

Dikutip dari Buku :Panduan Fiqh Jihad fii sabiilillah oleh SYAIKH ‘ABDUL-QOODIR BIN ‘ABDUL ‘AZIZ Orang kafir harbi adalah yang tidak terkait perjanjian damai. Masalah ightiyal ini terdapat dalam sunnah Nabi SAW, berlaku bagi orang yang gangguannya terhadap Alloh dan Rosul-Nya SAW sangat hebat, ini juga diisyaratkan dalam firman Alloh SWT: فَاقْتُلُوا الْمُشْرِآِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ آُلَّ مَرْصَدٍ Artinya: “…maka bunuhlah orang-orang musyrikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian…” (lebih…)